Selasa, 30 April 2013

Mulianya hati seorang ibu

“Hari telah larut malam suasana sangat hening, dan para insane sudah terlarut dalam tidurnya. Yang terdengar hanyalah suara binatang malam yang bersautan walaupun tidak bias membangunkan manusia yang telah tertidur terlelap dalam buain mimpinya. Tiba-tiba keheningan malam itu pun terpecah oleh tangisan bayi munggil di sebuah rumah pedesaan. Sang ibu yang telah terlelap pun bangun dan bergegas menghampiri buah hatinya. Rasa kantuk sang ibu pun hilang sudah. ‘Oo pipis ya?’ si ibu berucap sendiri sembari menganti pakaian anaknya yang basah. Setelah itu didekapnya kembali si buah hati agar berhenti menangis dan tertidur kembali.”

Kisah ini adalah kisah nyata yang pasti dialami seorang ibu yang sedang mempunyai bayi munggil, dan tentunya hamper semua ibu yang mempunyai bayi munggil pasti akan mengalaminya. Dari sini coba kita renungkan kembali betapa besarnya penderitaan seorang ibu, bagaimana berat dan tersiksanya beliau mengandung anaknya berbulan-bulan. Betapa sakitnya saat melahirkan, dan sang ibu berada diantara dua pilihan antara hidup dan mati demi buah hati tercintanya, Berat dan susahnya ketika menyusui. Ia jaga buah hatinya lebih dari menjaga kesehatanya dan keselamatan dirinya. Tengah malam sang ibu selalu menemani bobok si buah hati dalam dekapan hangat kasih sayangnya.

Curah cinta dan kasih sayang dilimpahkan tanpa pamrih kepada buah hatinya, agar sang anak tatap gembira dan bahagia. Segala jerih payah, penderitan, dan rintangan semata-mata diterjang hanya untuk mengantarkan buah hatinya agar tumbuh menjadi sukses meraih kabahagiaan dunia dan akhirat. Tangan sang ibu memberi banyak member banyak arti dalam tiap lembar kehidupan anaknya. Saat buah hati ketakutan dalam gelapnya malam yang mencekam, dengan penuh perlindungan didekapnya dengan penuh kehangatan, dan dibisikanya kalimat tauhid yang akan tetap terukir indah dalam lubuk hatinya. Sembari berkata “jangan takut anakku, bukan gelapnya malam yang pantas kau takuti, tapi Allah Tuhan sekalian manusia. Nah sekarang hilangkan ketakutanmu karena Allah senantiasa melihatmu dan melindungimu”. Bisikan itulah yang selalu membekas dalam ingatan yang manis dan memberika keberanian dan ketenangan kepada buah hatinya. Begtu pula ketika kita sudah beranjak dewasa ketika hati sedang dilanda duka dan problematika yang tidak biasa dipecahkan sang anak. Ibu pun mengerti akan “kesumpekan” itu dengan penuh perhatian di dengarkanya segala unek-unek kita dan digenggamnya tangan kita untuk member motivasi bahwa dalam hidup jangan ada kata menyerah dan putus asa. Sungguh kata-kata ibu itu membuat kitamenjadi pribadi yang tegar, sangat besar jasa ibu kepada kita semua sehingga tidak terhitung lagi apa yang sudah beliau korbankan untuk kita semua.

Coba kita renugkan kembali segala sikap dan tingkah laku kita kepada pahlawan kita. Perbuatan yang kita sadari maun tidak kita sadari , seringkali kita melakukan hal-hal yang membuat hati ibu kita sakit dengan bantah-bantahan kecil yang mungkin bagi kita itu tidak apa-apa, Namun itu sebenarnya sangat menyakitkan bagi sang ibu. Padahal beliau mengasuh kita sejak bayi dan memelihara kia sampai beranjak dewasa, semua jerih payah ibu sudah kita telah minum dan reguk sepuasnya. Bila kita sakit di malam hari, hati ibu gundah dan merasakan sakit yang di derita kita. Ibu tak biasa memejamkan mata sekan-akan beliau sendiri yang sakit.  Air mata beliau berlinang dan mengucur deras, hatinya takut ketika dijemput maut, kini setelah kita dewasa dan meraih apa yang kita cita-citakan, kita malah membalas dengan perbuatan yang sebaliknya. Kita perlakukan ibu seperti tetangga jauh, kadang malah menyalahkan dan bersikap kasar dengan membentaknya. Apakah pantas kita berbuat seperti itu? Pantas kita mengabaikan dan menyia-nyiakan kasih saying dan penderitaan ibu kita, hidup sudah di akhir hayat tanpa ada yang memelihara dan menyantuninya, Lalu dimana hati nurani kita?

Jika kita masih mempunyai hati nurani, atau setetes cinta kasi sayang yang kita miliki, maka mari jadi anak yang brbakti pada orang tua, jadi anak yang soleh/sholihah yang akan menjadi hiasan mata penyedap pandangan bagi ibu kita. Mari kita penuhi harapan yang didambakan pada kita sebagai anaknya. Kawan kita disini yang berada di Jogjakarta ini kita dikirim oleh orang tua kita bukan untuk main-main atau menghamburkan harta kekayaan orang tua kita, tapi kita disini dikirim dari kampung kita yang jauh nan disana untuk belajar biar bias mewujudkan cita-cita kita dan orang tua kita. Inggatlah wajah ibu kita ketika kita mau melakukan hal-hal yang bias merusak cita-cita kita, betapa tulus dan ikhlasnya beliau merawat dan menuntun kita untuk menjadi orang yang berguna. Dan buatlah bangga mereka bukan karena kita menjadi seorang sarjana dan menenteng ijasah kemana-mana tapi buatlah beliau bangga dan tersenyum lebar karena ilmu pengetahuan kita, kecerdasan kita dan karena kita bias berguna bagi Bangsa dan Negra tercinta ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar