Mulianya hati seorang ibu
“Hari telah larut malam suasana sangat
hening, dan para insane sudah terlarut dalam tidurnya. Yang terdengar hanyalah
suara binatang malam yang bersautan walaupun tidak bias membangunkan manusia
yang telah tertidur terlelap dalam buain mimpinya. Tiba-tiba keheningan malam
itu pun terpecah oleh tangisan bayi munggil di sebuah rumah pedesaan. Sang ibu
yang telah terlelap pun bangun dan bergegas menghampiri buah hatinya. Rasa
kantuk sang ibu pun hilang sudah. ‘Oo pipis ya?’ si ibu berucap sendiri sembari
menganti pakaian anaknya yang basah. Setelah itu didekapnya kembali si buah
hati agar berhenti menangis dan tertidur kembali.”
Kisah ini adalah kisah
nyata yang pasti dialami seorang ibu yang sedang mempunyai bayi munggil, dan
tentunya hamper semua ibu yang mempunyai bayi munggil pasti akan mengalaminya. Dari sini coba kita renungkan kembali betapa besarnya penderitaan
seorang ibu, bagaimana berat dan tersiksanya beliau mengandung anaknya
berbulan-bulan. Betapa sakitnya saat melahirkan, dan sang ibu berada diantara
dua pilihan antara hidup dan mati demi buah hati tercintanya, Berat dan
susahnya ketika menyusui. Ia jaga buah hatinya lebih dari menjaga kesehatanya
dan keselamatan dirinya. Tengah malam sang ibu selalu menemani bobok si buah
hati dalam dekapan hangat kasih sayangnya.
Curah cinta dan kasih sayang dilimpahkan
tanpa pamrih kepada buah hatinya, agar sang anak tatap gembira dan bahagia.
Segala jerih payah, penderitan, dan rintangan semata-mata diterjang hanya untuk
mengantarkan buah hatinya agar tumbuh menjadi sukses meraih kabahagiaan dunia
dan akhirat. Tangan sang ibu memberi banyak member banyak arti dalam tiap
lembar kehidupan anaknya. Saat buah hati ketakutan dalam gelapnya malam yang
mencekam, dengan penuh perlindungan didekapnya dengan penuh kehangatan, dan
dibisikanya kalimat tauhid yang akan tetap terukir indah dalam lubuk hatinya.
Sembari berkata “jangan takut anakku, bukan gelapnya malam yang pantas kau
takuti, tapi Allah Tuhan sekalian manusia. Nah sekarang hilangkan ketakutanmu
karena Allah senantiasa melihatmu dan melindungimu”. Bisikan itulah yang selalu
membekas dalam ingatan yang manis dan memberika keberanian dan ketenangan
kepada buah hatinya. Begtu pula ketika kita sudah beranjak dewasa ketika hati
sedang dilanda duka dan problematika yang tidak biasa dipecahkan sang anak. Ibu
pun mengerti akan “kesumpekan” itu dengan penuh perhatian di dengarkanya segala
unek-unek kita dan digenggamnya tangan kita untuk member motivasi bahwa dalam
hidup jangan ada kata menyerah dan putus asa. Sungguh kata-kata ibu itu membuat
kitamenjadi pribadi yang tegar, sangat besar jasa ibu kepada kita semua
sehingga tidak terhitung lagi apa yang sudah beliau korbankan untuk kita semua.
Coba kita renugkan kembali segala sikap
dan tingkah laku kita kepada pahlawan kita. Perbuatan yang kita sadari maun
tidak kita sadari , seringkali kita melakukan hal-hal yang membuat hati ibu
kita sakit dengan bantah-bantahan kecil yang mungkin bagi kita itu tidak
apa-apa, Namun itu sebenarnya sangat menyakitkan bagi sang ibu. Padahal beliau
mengasuh kita sejak bayi dan memelihara kia sampai beranjak dewasa, semua jerih
payah ibu sudah kita telah minum dan reguk sepuasnya. Bila kita sakit di malam
hari, hati ibu gundah dan merasakan sakit yang di derita kita. Ibu tak biasa
memejamkan mata sekan-akan beliau sendiri yang sakit. Air mata beliau berlinang dan mengucur deras,
hatinya takut ketika dijemput maut, kini setelah kita dewasa dan meraih apa
yang kita cita-citakan, kita malah membalas dengan perbuatan yang sebaliknya.
Kita perlakukan ibu seperti tetangga jauh, kadang malah menyalahkan dan
bersikap kasar dengan membentaknya. Apakah pantas kita berbuat seperti itu?
Pantas kita mengabaikan dan menyia-nyiakan kasih saying dan penderitaan ibu
kita, hidup sudah di akhir hayat tanpa ada yang memelihara dan menyantuninya,
Lalu dimana hati nurani kita?
Jika kita masih
mempunyai hati nurani, atau setetes cinta kasi sayang yang kita miliki, maka
mari jadi anak yang brbakti pada orang tua, jadi anak yang soleh/sholihah yang akan
menjadi hiasan mata penyedap pandangan bagi ibu kita. Mari
kita penuhi harapan yang didambakan pada kita sebagai anaknya. Kawan kita
disini yang berada di Jogjakarta ini kita dikirim oleh orang tua kita bukan
untuk main-main atau menghamburkan harta kekayaan orang tua kita, tapi kita
disini dikirim dari kampung kita yang jauh nan disana untuk belajar biar bias
mewujudkan cita-cita kita dan orang tua kita. Inggatlah wajah ibu kita ketika
kita mau melakukan hal-hal yang bias merusak cita-cita kita, betapa tulus dan
ikhlasnya beliau merawat dan menuntun kita untuk menjadi orang yang berguna.
Dan buatlah bangga mereka bukan karena kita menjadi seorang sarjana dan
menenteng ijasah kemana-mana tapi buatlah beliau bangga dan tersenyum lebar
karena ilmu pengetahuan kita, kecerdasan kita dan karena kita bias berguna bagi
Bangsa dan Negra tercinta ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar