Disuatu pagi yang tak begitu carah itu, seekor burung yang penuh
segala kekurangan terbangan rendah di atas dahan-dahan yang merangas
oleh panasnya matahari dunia yang membakar segala isi bumi. Ketika
burung itu terbangan kemana-mana mencari tempat pesinggahan berteduh
dari sengatan matahari, burung itu belum juga menemukan tempat yang dia
harapkan meskipun matahari hampir di pujuk umbun-umbun dia. Setelah lama
kelama’an burung itu terbang hingga sayapnya yang tak sempurna itu
sudah merasa capek bahkan sangat capek sekali, ditemukanlah sebuah pohon
yang berdiri dengan kokoh, indah, dan menyejukan didekat makam tua yang
angker. Maka singgahlah burung itu pada salah satu ranting pohon itu,
dengan harapan mendapatkan penyejuk hati, penyejuk badan dan penenang
fikiran dari terjangan angin dunia yang membawa hawa kepnasan matahari.
Akan
tetapi haran-haran yang tinggi dari burung itu hanyalah mimpi-mimpi
belakang saja. Ketika saat dia menikmati dunia yang beberapa saat di
dapatkanya itu, tiba-tiba datanglah angina besar yang menguncang
persinggahanya, sehingga penyejuk badan, penyejuk hati, dan penenang
fikiran yang beberapa saat itu bisa di rasakan hilang dan terbawa dalam
terjangan angin dunia yang begitu keras dan yang mampu merobohkan isi
dunia yang tak mempunyai kekuatan apa-apa.
Seketika setelah
kejadian maut itu burung pun terdiam tak berdaya di atas batu nisan
dekat pohon kokoh itu berdiri. Dikesendirian hidupnya dia merenung dalam
kesepian, seandainya aku yang berada dalam batu nisan ini, pasti aku
tak akan susah mencari ketenangan dunia ini karena aku akan tenang dalam
lindungan nisan yang kokoh dan tak mungkin terkena terjangan angina
dunia yang menghancurkan. Burung itu berkata dalam nada penyesalan,
apakah ini sudah menjadi takdir Penguasa alam ini sehinga aku tak dapat
mendapatkan kehidupa Ku seperti yang lainya, apakah kekurangan aku ini
memang sudah menjadi suatu hal yang tak dapat diterima dimana aku
berada, pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus melanda hatinya kian
lama kian tertanam dengan subur dalam perasaan hati kecilnya. Yang
akhirnya membuat hidupnya menjadi tak tenang dalam menjalani kehidupan
dunianya, sehinga burung itu mati dalam kesendirian jiwa yang tak
menuntunya untuk bangkit dalam keterpurukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar