Terbentuknya keluarga sakinah yang diwarnai kasih sayang dan cinta
kasih menjadi tujuan setiap insang yang memasuki jenjang pernikahan. Namun,
tidak mudah mewujudkannya. Globalisasi telah membawa pengaruh pada pola
kehidupan keluarga di Indonesia yang diakibatkan perubahan sosial yang sangat
cepat. hal itu tergambar pada bergesernya budaya adiluhung bangsa yang
religius, menjunjung tinggi kebersamaan, saling menolong, santun, cintai damai,
budaya musyawarah dan kehidupan yang teduh bergeser menjadi kehidupan yang
penuh ketegangan dan kepongahan.
Kondisi itu mengakibatkan rapuhnya ikatan kekeluargaan, sehingga
yang terjadi bukan hubungan yang kokoh dan tangguh, tetapi retak dan rapuh.
Kondisi itu diperberat dengan banyaknya kekerasan, penelentaraan, penistaan dan
pengkhianatan. Kegagalan membentuk keluarga yang kokoh disebabkan tidak adanya
saling tafahum, tasamuh, dan mahabbah (saling memahami, toleransi dan
menyayangi) serta ketidakmampuan mengintegrasikan berbagai kepribadian yang
berbeda.
Pendidikan dalam keluarga sangat menentukan karakter seseorang,
karena sebagian bersar kehidupan manusia berada dalam lingkungan keluarga. Pola
asuh juga merupakan fondasi awal bagi terwujudnya generasi yang berkualitas.
Karena itu keteladanan, bimbingan, pembiasaan merupakan faktor penting bagi
pembentukan karakter karena pendidikan bukan hanya mentransfer ilmu, tetapi
juga menckup pendidikan karakter. Sebuah kesalahan apabila anak selalu dituntut
berprestasi dan harus selalu mendapat ranking terbaik mata pelajaran tertentu
tetapi pendidikan agama, dan akhlak yang selalu mengasah akal budi terlupakan.
Orang tua dan pendidikan harus paham tentang hakikat pendidikan,
dan dapat menjadi panutan karena seorang anak tumbuh dengan sifat-sifat terpuji
dan baik jika mendapatkan keteladanan dari orang tua dan gurunya. Pembiasaan
melakuakan hal-hal yang baik, termasuk pemahaman agama, kejujuran, kedisiplinan
akan menganyam nilai-nilai positif yang mewarnai kehidupan anak sehingga akan
tumbuh sebagai generasi yang memiliki kecerdasan spiritual (religiusitas),
intelektual dan emosional. Sebaliknya kondisi keluarga yang tidak sehat akan
membuat guncangannya kejiwaan anak.
Anak yang tumbuh sehat jasmani, rohani, dan sosial serta tangguh
menghadapi tantangan zaman terlahir dari keluarga yang kokoh, yang meliputi
kedamaian. Keluarga yang kedua orang tuanya memberikan hak-haknya, yaitu
memberikan pendidikan yang memadai, asupan gizi cukup, kesehatan dan perhatian
serta kasih sayang.
Kewajiban orang tua yang sangat penting adalah memperhatikan
pendidikan agama, akhlak, dan membekali berbagai ilmu pengetahuan. Nabi
Muhammad SAW dalam sebuah pesan tentang
pendidikan diarahkan pada pembentukan akhlak mulia, pengajaran baca tulis,
berenang dan memanah atau menembak, memberinya makan yang halal, serta
menikahkanya ketika sudah dewasa. Kata berenang dan memanah mengandung filosofi agar orangtua
menyiapkan generasi yang memiliki pribadi tangguh, kuat, berjiwa besar, etos
kerja tinggi, mampu menaklukkan dasyatnya gelombang kehidupan.
Prinsip Hidup Positif, kelemahan pendidikan masa lalu Bangsa
Indonesia adalah kurang diarahkan pada prinsip-prinsip hidup positif, dinamis
dan kreatif. Dibeberapa daerah seperti di Jawa misalnya, sebagian masyarakat
memiliki prinsip hidup alon-alon waton kelakon atau narima ing pandum
( meneriama apapun adanya ) yang sangat berlawanan dengan prinsip hidup menurut
ajaran agama yang mengajarkan anti kemalasan, sikap gampang menyerah, suka
berkeluh kesah, dan cepat merasa puas. Lebih memperhatinkan kadang-kadang orang
melihat potensi dirinya terlalu rendah, padahal dizaman yang makin banyak
tantangan diperlukan insan yang tangguh, pekerja keras dan kreatif.
Dalam sebuah keluarga orangtua harus melihat potensi yang dimiliki
anggota keluarganya, memberi apresiasi dan dukungan pada setiap prestasinya,
menumbuhkan rasa percaya diri, menanamkan keberanian bertindak dan mengambil
resiko. Dalam menghadapi dunia kerja yang semakin kompetitif diperlukan
pembekalan skill yang bisa menambah rasa percaya diri dan ulet.
Maka dari itu fungsi keluarga, disamping sebagai wahana pembentukan
karakter, juga sosialisasi nilai-nilai termasuk nilai-nilai kemasyarakatan. Sebagai
umat Muslim kita tidak boleh hanya memandang pendidikan suatu anak itu berhasil
dengan melihat prestasi akademik/sekolah si anak. Akan tetapi yang lebih
terpenting dari suatu pendidikan adalah bagaiman pendidikan itu bisa
mengarahkan anak pada prilaku-prilaku
yang baik sesuai dengan norma agama. Pendidikan agama sejatinya lebih
penting dibandingan dengan pelajaran-pelajaran lainnya sifatnnya duniawian yang
biasanya di ukur dengan kelulusan yang keluar lewat angka-angka yang belum
tentu benar. Seperti pelajaran Matematika, B. Indonesia, B. Inggris dan
IPA/IPS, disitu kecenderungan orang tua lebih takut kalau anaknya tidak bisa
menguasai pelajaran itu karena mereka nanti tidak akan lulus ujian, akan tetapi
orang tua tidak pernah takut ketika anaknya tidak bisa membaca Al Qur’an, tidak
hafal bacaan pesolatan, padahal itu nanti juga akan mendapatkan predikat lulus
atau tidak dalam suatu kehidupan.
Pendidikan yang paling baik bukan terdapat pada suatu lembaga
pendidikan seperti sekolah, tempat prifat, tempat les, atau tempat bimbingan
belajar. Akan tetapi pendidikan yang paling baik itu sejatinya ada dalam suatu
keluarga yang mempunyai peran utuh dalam mengarahkan anaknya menjadi pribadi
yang tangguh dalam ibadahnya dan tangguh dalam menghadapi kehidupan dunia.
Sehingga orang tualah yang seharusnya lebih dominan untuk membentuk karakter
anak, Ilmu Agama yang pertama diajarkan dalam keluarga, baru Ilmu Umum dan Ilmu
Sosial Kemasyarakatan. Ketika pondasi pemikiran anak awalanya adalaha Ilmu
Agama, Insyaallah dia akan mudah untuk dibentuk, akan tetapi ketika Ilmu Agama
dikesampingkan kemungkinan anak itu akan memiliki pribadi yang kurang kuat
dalam mancapai final kehidupan sesungguhnya yaitu menuju kehidupan yang kekal
abadi setelah dunia yang fana ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar